Pekanbaru – kupastuntas.site |
Kisah tragis pasien jantung bernama Sri (34), warga Limbungan, Rumbai Pesisir, Pekanbaru, kembali menyentak nurani publik. Setelah hampir dua tahun menggantungkan harapan hidup dari donasi kemanusiaan lewat platform penggalangan dana Kitabisa.com, kini ia mengaku tak hanya ditinggalkan tanpa biaya berobat, tetapi juga ditekan secara mental oleh pihak rumah sakit dan Kitabisa sendiri.
Kepada awak media Detakfakta.com dan Delikhukrim.com, Sri menyampaikan kesaksian menggetarkan hati dari atas ranjang rumah sakit, Jumat (25/07/2025).
"Kemarin saya didatangi pihak Kitabisa, Koordinator Pekanbaru Mbak Nisa bersama satu orang temannya. Dari rumah sakit juga datang tiga orang — humas, kepala rumah sakit, dan bagian pengaduan. Saya dipanggil keluar dari ruang rawat dalam kondisi sakit, hanya ditemani anak saya yang masih sekolah. Mereka menuduh saya menjelek-jelekkan rumah sakit dan memanipulasi kuitansi. Saya merasa sangat ditekan." – ungkap Sri dengan suara lemah namun penuh kesedihan.
Dugaan Intimidasi dan Tekanan Mental
Dalam kesaksian itu, Sri membenarkan bahwa dirinya pernah mengajukan struk pengobatan yang ternyata bermasalah. Namun ia mengaku telah menjelaskan semuanya kepada pihak Kitabisa jauh sebelumnya, dan mendapat keyakinan bahwa dana donasi tetap menjadi haknya 100%.
“Saya sudah jelaskan ke Mas Okah (dari Jakarta), katanya donasi tetap 100% hak saya. Tapi sekarang saya dipersulit. Dana operasional saya sempat distop. Saya bahkan sampai tinggal menumpang dan makan belas kasihan orang,” katanya lirih.
Kondisi Sri kini memburuk. Matanya bengkak, tubuh melemah, dan ia belum mendapat perawatan lanjutan karena terhambat kebijakan sistem reimbursement dari Kitabisa, yang mewajibkan pasien terlebih dahulu membeli obat lalu mengklaim penggantian dana. Padahal pihak keluarga tidak memiliki sepeser pun untuk mendahului pembayaran pengobatan yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan.
Fakta Sementara: Dana Ada, Akses Tak Ada
Hingga berita ini diturunkan, donasi publik untuk Sri melalui Kitabisa telah mencapai Rp193 juta setelah potongan pajak dan biaya platform. Namun uang tersebut tidak dapat dicairkan langsung, melainkan dengan syarat pembuktian nota asli pembayaran medis.
Sayangnya, sistem ini sangat menyulitkan bagi pasien dengan kondisi ekonomi yang sudah tercekik.
Media Akan Minta Jawaban Resmi dari Kitabisa
Tim media akan segera mengkonfirmasi seluruh informasi ini kepada Anisa, Koordinator Wilayah Kitabisa di Pekanbaru, yang menjadi pihak pertama membawa Sri bergabung ke Kitabisa pada tahun 2023. Ada pertanyaan besar yang menanti jawaban:
Apakah pantas seorang pasien jantung dalam kondisi kritis ditekan soal kesalahan administrasi masa lalu?
Di mana ruang empati dalam sistem penggalangan dana yang semestinya dibangun atas nama kemanusiaan?
Apakah Kitabisa telah melenceng dari slogan “jembatan kebaikan” menjadi tembok birokrasi bagi mereka yang sedang sekarat?
Pesan untuk Publik dan Para Donatur
Publik berhak tahu: ke mana arah uang yang telah mereka sumbangkan dengan ikhlas? Apakah bantuan itu benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan, atau malah terjebak dalam prosedur yang membunuh perlahan?
“Saya cuma minta satu… uang itu untuk saya berobat. Kalau tidak bisa, tolong jelaskan, kenapa?” – ucap Sri lirih, nyaris tak terdengar.
Delikhukrim.com akan terus mengawal kasus ini hingga mendapat keadilan yang layak.
Jika Anda adalah donatur dalam kampanye ini, atau pihak yang peduli, Anda bisa ikut menuntut transparansi dari pengelola donasi. Sebab dalam setiap sumbangan, ada harapan yang tidak boleh dikhianati.
Redaksi menerima klarifikasi tertulis dari Kitabisa.com atau rumah sakit terkait setiap kutipan yang dimuat. Untuk hak jawab, silakan hubungi redaksi.