Kupastuntas.site | PELALAWAN, 1 Agustus 2025 — Tegang. Suasana pertemuan yang digelar di Pangkalan Kerinci antara Ketua Komite Mahasiswa Peduli Keadilan Sosial (KMPKS) Agung Maulana bersama puluhan mahasiswa, aktivis lingkungan, dan perwakilan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mendadak berubah panas. Mereka mempertanyakan nasib dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT RAPP yang selama ini disebut-sebut gelap dan tak transparan penggunaannya.
Pertemuan mediasi ini dihadiri langsung oleh Mabrur, salah satu petinggi PT RAPP, jajaran Humas perusahaan, serta aparat Polres Pelalawan dan Polsek Pangkalan Kerinci. Isu yang diangkat sederhana namun krusial: kemana larinya dana CSR yang diwajibkan negara untuk kesejahteraan masyarakat Pelalawan?
CSR Wajib, Tapi Transparansi Nol?
Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa mendesak kejelasan penggunaan CSR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menegaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
"Selama ini PT RAPP tidak pernah membuka secara jelas kemana CSR mereka disalurkan. Sosialisasi nihil. Padahal ini hak publik. Ini bukan sekadar tuntutan, ini soal keadilan bagi masyarakat yang terdampak langsung oleh operasi perusahaan," tegas Agung dalam forum mediasi itu.
---
PT RAPP Klaim ‘Kolaborasi Berantas Kemiskinan’
Mabrur, mewakili PT RAPP, dalam kesempatan itu menyampaikan klaim perusahaan:
> "PT RAPP selalu berkolaborasi dengan pemerintahan untuk memberantas kemiskinan," ujarnya diplomatis.
Namun pernyataan ini justru memicu reaksi keras dari Agung. Dengan suara meninggi ia balik bertanya, "Kalau benar memberantas kemiskinan, kenapa sampai hari ini masih banyak warga Pelalawan yang miskin, menganggur, dan terjebak lingkaran kriminalitas akibat kesenjangan ekonomi?"
Masalah Ganda: Kemiskinan & Limbah
Tak hanya soal CSR, mahasiswa juga menuding PT RAPP abai terhadap pencemaran lingkungan. Bau limbah pabrik yang menyengat disebut menjadi keluhan klasik warga Pangkalan Kerinci yang tak pernah ditindak tegas pemerintah daerah.
"Pengangguran meningkat, kriminalitas naik, limbah mencemari udara, tapi semua diam. Pemerintah bungkam, seolah tak berdaya di hadapan korporasi sebesar PT RAPP. Kalau kita diam, kita ikut dzhalim. Diam sama dengan membiarkan kejahatan," lontar Agung dengan nada menggelegar yang membuat ruangan sempat hening.
Pemerintah Bungkam, Publik Menunggu Jawaban
Pertemuan ini berakhir tanpa kesimpulan konkret. Pihak PT RAPP berjanji akan meninjau ulang program CSR mereka, sementara mahasiswa menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga ada kejelasan penggunaan dana CSR yang dianggap “misterius” selama ini.
Isu ini bukan sekadar soal uang, tetapi menyangkut nasib ribuan masyarakat Pelalawan yang hidup berdampingan dengan salah satu raksasa industri pulp and paper terbesar di Asia Tenggara. Transparansi dan akuntabilitas kini menjadi tuntutan publik.